Oleh: Prof. Dr. Duski Samad, M.Ag.
(Guru Besar UIN Imam Bonjol Padang)
Apakah kita akan menunggu krisis kemanusiaan yang lebih dahsyat dari yang sekarang? Begitu pertanyaan narasumber pertemuan pemimpin agama Asean pagi ini di Aula UIN Semarang. Tokoh agama dari institusi Interfait menjelaskan bahwa agama dan beragama dua hal yang perlu terus diperkuat. Karena memang dalam realita dan fakta pemimpin negara dan pemimpin agama tidak mampu melakukan beragama, hidup yang saling menghidupkan. Apakah human righ, justice dan peace sudah menjadi integritas diri dan sudah dilakukan oleh pemimpin negara dan pemimpin agama, masih sulit menyatakan sudah. Dalam Islam nilai dasar humunitas sudah final (QS. Al Hujuraat, 11).
Institut Antar Iman Indonesia dalam usianya sudah 33 tahun selalu mengingatkan programnya,
tidak hanya bagaimana perbedaan dapat dijembatani, tetapi semua agama, dan keyakinan dapat saling menguatkan untuk agama dan hidup beragama. Agama dan beragama diperkuat pula oleh pembicara dari PGI sejak tahun 1970 kesadaran justice peace dan integration telah disuarakan pemimpin dan umatnya. Keadilan, kedamaian dan kemenyatuan itu sudah terbangun dan sejak tahun 1983 keadilan sudah menguat.
Pada tahun 2023 komitmen dan integritas keadilan, kedamaian dan kemenyatuan itu sudah direvitalisasi dengan mempromosikan visi baru “The no peace but justice”. Tidak ada kedamaian tanpa keadilan. Pemakalah mewakili umat Kristen menyatakan keadilan dan kedamaian dalam visi kristen adalah citra ilahi, maka disebut salom, ini artinya Human dignity itu sangat penting (hak-hak azazi manusia adalah kesemestian). Hindu Budha dalam hal kemanusiaan dengan prinsip manusia dapat hidup rukun, damai dan sejahtera. Konghucu, perdamaian dunia adalah tujuan yang sama. Tantangan di era digital beragama di dunia nyata dan dunia maya. Prinsip kedamaian Negara, mesti dimulai dari keluarga yang damai, dan itu bermula dari diri yang damai.
Tugas diri dalam beragama saat ini adalah dengan mengkonfirmasi semua sisi hidup dengan nilai agama, selanjutnya dikuatkan dengan komitmen yang kuat. Agama dan beragama di Indonesia justru yang masalah itu adalah tokoh agama, begitu narasi wakil NU dengan mencontohkan penerimaan azaz tunggal Pancasila di masa orde baru, kemudian diterima. Begitu juga tri ukhuwah, Islam nusantara dan nilai lain. Semua narasumber leader menyatakan kesadaran dan pengetahuan tentang kedamaian mendapat peneriman (rekognize) semua agama. Kolaborasi dan kebersatuan (unit) dengan orang yang berbeda adalah cara terbaik untuk mencegah krisis kemanusiaan. 02-02-2024.